Manusia juga mempunyai dimensi spiritual. Dimensi ini adalah dimensi malakuti, yang di dalam filsafat dinamakan dengan ruh. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa manusia itu terdiri dari ruh dan jisim (jasad).
Hakekat manusia adalah Ruh, ketika Ruh dibungkus jasad, maka tujuan manusia adalah bagaimana peranan Ruh itu sangat dominan dari pada jasad. Hal ini telah disinggung oleh Nabi saw.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Tirmidzi) [1]
Tubuh dan kebutuhannya kepada materi (keduniaan) adalah sebuah tembok batu penjara bagi ruh, sebaliknya memenuhi kebutuhan jasad adalah sebuah surga bagi penyembah hawa nafsu. Nah, dzikir/meditasi adalah salah satu cara untuk merobohkan tembok penjara, agar ruh bisa keluar dan mendominasi tubuh manusia.
Proses Dzikir
Dzikir adalah suatu usaha daya dan upaya untuk mengingat Alloh baik dalam hati, pikiran dan fisik (lisan). Dzikir yang diulang-ulang dalam waktu yang lama dan kontinyu setiap hari dengan perhatian penuh menghasilkan getaran-getaran gelombang elektromagnetik dengan frekuensi cahaya yang terus menerus menggesek hati kita. Maka, hati kita pun akan memancarkan cahaya.Pancaran cahaya di hati kita mengimbas ke seluruh bio elektron di tubuh kita. Ketika cahaya tersebut mengimbas ke miliaran bio elektron di seluruh tubuh, maka tiba-tiba badan kita akan memancarkan cahaya tipis yang disebut 'Aura'.
Hati manusia adalah pusat motorik dzikir, penggerak keseluruh tubuh melalui jalur-jalur enerji di tubuh yang berupa tujuh lathoif, tujuh cakra dan jalur kundalini.
تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ
Gemetar karenanya, kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka, di waktu mengingat (dzikir) Allah. (QS. Az-Zumar [39]:23)
Ibnu Katsir menjelaskan, Firman Allah: taqsya’irru minhu juluudulladziina yakhsyauna rabbaHum tsumma taliinu juluuduHum wa quluubuHum ilaa dzikrillaaH (“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.”) maksudnya inilah sifat al-Abraar [orang-orang yang banyak berbakti] ketika mendengar kalam Allah Yang Mahabesar, Mahaperkasa dan Mahapengampun. Dikarenakan apa yang mereka pahami darinya berupa janji dan ancaman, rasa takut dan ancaman keras, kulit-kulit mereka gemetar karena khawatir dan takut.
Tsumma taliinu juluuduHum wa quluubuHum ilaa dzikrillaah (“kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.”) terhadap apa yang mereka harapkan dan angankan dari rahmat dan kasih sayang Allah. Mereka berbeda dengan orang selain mereka yang durhaka.
Abdurrazzaq berkata, Ma’mar bercerita kepada kami, Qatadah membaca: taqsya’irru minHu juluudulladziina yakhsyauna rabbaHum tsumma taliinu juluuduHum wa quluubuHum ilaa dzikrillaaH (“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.”) dia berkata: “Ini adalah sifat para wali Allah. Allah Ta’ala mengaruniai sifat ini kepada mereka; kulit mereka gemetar, mata mereka menangis dan hati mereka tenteram di waktu mengingat Allah. Mereka tidak disifati dengan hilang akal dan mabuk karenanya. [2]
Sedangkan Imam al-Baghawi, dalam kitabnya Ma’alimu tanzil, menjelaskan
Dari 'Ibnu Abbas bin 'Abdul Muthalib, ia berkata, berkata Rasulullah saw, “Man iqsya'rra jilduhu min khasy yatillahi ta'ala tahatat 'anhu dzunubuhu kama yatahatu 'an asy syajratil yabisati waraquha, Kalau kulit hamba bergetar karena takut kepada Allah, maka dosa-dosanya luruh. Seperti luruhnya daun-daun dari pohon yang kering”.
Berkata Rasulullah : kalau seorang hamba kulitnya bergetar karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkannya atas neraka.
Qatadah berkata inilah sifat para wali Allah..
Allah mensifati mereka dengan hatinya bergetar dan tenang ketika menyebut nama Allah. tetapi Allah tidak menyifati mereka bahwa ketika dzikir itu akalnya hilang dan pingsan. Kalau itu bisa terjadi, maka dia berarti ahli bid’ah dan termasuk kelakuan syaitan. [3]
Sedangkan Ali Ash Shobuni, menjelaskan bahwa Allah memberikan karunia keluasan hati (pencerahan) untuk menerima Islam (ajaran-Nya). Dan memberikan tuntunan terhadap hatinya dengan cahaya-Nya sehingga muncul rasa teguh atau mantap dalam hatinya. Yaitu rasa yang muncul dari bashirah dan keyakinan untuk menerima perintah dari Tuhan-Nya. Kemudian beliau menjelaskan bahwa kecelakaan yang besarlah bagi orang yang tidak mau berdzikir atau tidak khusyu' ketika berdzikir kepada Allah dan mereka dalam kesesatan yang nyata.
Ayat berikutnya Allah menjelaskan bagaimana proses petunjuk itu diturunkan kepada orang yang berdzikir. Yaitu tampak bagi orang mukmin itu tanda-tanda keimanannya rasa ketakutan yang dalam tatkala dibacakan ayat-ayat Allah sehingga ia bergetar tubuhnya, disebabkan kedahsyatan yang hebat akan kalam Yang Maha Rahman. Kemudian menjadi lunak, tenang ,kulit (fisik) dan hati mereka tatkala mengingat Allah, yaitu, tathmainnu (tenang) dan taskun (diam/hening) hati dan fisiknya (hati dan fisiknya sudah menjadi satu) tatkala mengingat Allah .
Bahkan lebih dalam lagi ditafsirkan oleh para Arifin (Ahli Ma'rifat), Apabila mereka melihat Keagungan Allah maka mereka pingsan (thasyu). Dan apabila mereka melihat atsar dari keindahan alam maka mereka menjadi hidup hatinya ('Asyu). Dan berkata Ibnu Katsir : Hal ini merupakan bukti adanya kekuatan dari kalam Yang Maha Perkasa.
Demikian penafsiran dari para Ulama besar yang menyebutkan bahwa proses turunnya hidayah kepada orang-orang mukmin akan mempengaruhi fisik yang masih belum sinkron dengan hati yang tercerahkan, akan tetapi pada ayat tersebut terdapat kata tsumma yang artinya "kemudian", menunjukkan bahwa getaran terhadap fisik itu akan berubah menjadi lunak, hening bahkan hati dan fisik tidak lagi bersimpangan tatkala berdzikir kepada Allah, hal ini bisa dirasakan apabila dijalankan dengan benar.[4]
Hal ini juga dikuatkan oleh sebuah hadits Nabi yaitu:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ، قَالَ : " عَلَيْكُمْ بِالسَّبِيلِ وَالسُّنَّةِ , فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ عَلَى سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ ذَكَرَ الرَّحْمَنَ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ فَمَسَّتْهُ النَّارُ أَبَدًا , وَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ عَلَى سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ ذَكَرَ اللَّهَ فَاقْشَعَرَّ جِلْدُهُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ إِلَّا كَانَ مَثَلُهُ كَمَثَلِ شَجَرَةٍ يَبِسَ وَرِقُهَا ، فَهِيَ كَذَلِكَ إِذْ أَصَابَتْهَا رِيحٌ فَتَحَاتَّ وَرَقُهَا عَنْهَا إِلَّا تَحَاتَّتْ خَطَايَاهُ كَمَا يَتَحَاتُّ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ وَرِقُهَا , وَإِنَّ اقْتِصَادًا فِي سُنَّةٍ وَسَبِيلٍ خَيْرٌ مِنَ اجْتِهَادٍ فِي غَيْرِ سُنَّةٍ وَسَبِيلٍ , فَانْظُرُوا أَعْمَالَكُمْ , فَإِنْ كَانَتِ اقْتِصَادًا وَاجْتِهَادًا أَنْ تَكُونَ عَلَى مِنْهَاجِ الْأَنْبِيَاءِ
Dari
Ubai Bin Ka’ab ia berkata; “Hendaklah kalian mengikuti jalan (yang
lurus) dan sunnah, sesungguhnya tidaklah ada seorang hamba yang hidup di
dunia ini yang berada di atas jalan dan sunnah, ia dzikir (ingat)
kepada Allah laku kulitnya gemetar karena takut kepada Allah,
perempumaannya seperti sebatang pohon yang telah kering daunnya sehingga
apabila datang angin kencang maka berjatuhan daunnya-, kecuali Allah
akan menghapuskan dosa dosa sebagaimana berjatuhan daun pohon tersebut,
dan sesungguhnya (amalan yang) sederhana dalam (mengikuti) jalan dan
sunnah lebih baik dari (amalan yang) sungguh sungguh (banyak), tetapi
menyelisihi jalan dan sunnah, maka perhatikanlah amalan kalian baik
dalam keadaan banyak dan sederhana, hendaklah senatiasa berada di atas
jalan para nabi dan sunnah mereka”. [Hr.Ibnu Abi Syaibah] [5]
Hati : Pusatnya Dzikir
عَنْ أبي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ)). رواه البخاري ومسلم.
Dari Abu Abdillah an Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". [HR. Bukhari] [6]
Tubuh manusia mengandung milyaran bio elektron, yang tersusun dalam sebuah sistem energi yang memiliki simpul utama jantung atau qolbu. Dari simpul utama di jantung, jaringan itu menuju ke organ-organ tubuh lainnya, seperti otak, ginjal, paru, dan sebagainya. Di dalam organ tersebut jaringan terpecah menuju sel-sel. Di dalam sel-sel, jaringan listrik itu dipecah lagi menuju molekul-molekul berjumlah jutaan molekul. Dan akhimya seluruh jaringan itu berujung pada elektron-elektron yang berjumlah milyaran.
Jika dalam thorikot pusat enerji ada di Latifatul Qolb dibawah susu kiri, maka dalam Yoga pusat enerjinya ada di cakra Jantung, tempatnya hati nurani. Walaupun ada perbedaan tempat pusat enerji, akan tetapi ketika cakra jantung membesar diseluruh dada atau lima lathoif menyatu menjadi satu, maka hasilnya sama membentuk lingkaran besar di dada.
Itulah mengapa ketika berdzikir atau mediasi harus fokus dihati, Syaikh Ahmad Ibn'Athaillah mengatakan bahwa "Tempat terbitnya berbagai cahaya itu adalah hati dan rahasia-rahasianya".
Cahaya ilmu, cahaya ma'rifat dan cahaya tauhid tempat terbit dan memancarnya ada di dalam hati orang-orang yang ma'rifat dan di dalam rahasia-rahasia mereka (di dalam jiwa mereka). Cahaya-cahaya ini merupakan cahaya yang hakiki karena lebih kuat daya pancarnya daripada cahaya yang terpancar dari berbagai macam bintang.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (al-Anfal: 2)
Ibnu Katsir menjelaskan, mengutip pendapat Mujahid mengatakan bahwa orang mukmin itu ialah orang yang apabila disebut nama Allah hatinya gemetar karena takut kepada-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Demikianlah sifat orang yang beriman dengan sesungguhnya, yaitu orang yang apabila disebut Allah gemetarlah hatinya karena takut kepada-Nya, lalu mengerjakan semua perintah¬Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. [7]
Dari hati itulah enerji Dzikir menjalar ke seluruh tubuh, lewat jalur-jalur enerji yang ada dalam tubuh manusia, sehingga seluruh tubuh menjadi bercahaya.
Banyak ayat Qur’an yang menceritakan bahwa kelak di hari kebangkitan, orang beriman dikenal dengan cahaya yang mengiringinya didepan, belakang, kiri dan kanannya. Tubuhnya bermandikan cahaya. Mereka dapat dikenal dengan mudah dari cahaya yang memancar disekitar tubuhnya. Allah menyebutkan hal itu :
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِم بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” ( Qs.Al- Hadid: 12 )
اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِي نُوْرًا فِي قَلْبِي وَ نُوْرًا فِي قَبْرِي وَ نُوْرًا بَيْنَ يَدَيَّ وَ نُوْرًا مِنْ خَلْفِي وَ نُوْرًا عَنْ يَمِيْنِي وَ نُوْرًا مِنْ تَحْتِي وَ نُوْرًا مِنْ تَحْتِي وَ نُوْرًا فِي سَمْعِي وَ نُوْرًا فِي بَصَرِي وَ نُوْرًا فِي شَعْرِي وَ نُوْرًا فِيْ بَشَرِي وَ نُوْرًا فِي عِظَامِي. اللَّهُمَّ اعْظِمْ لِي نُوْرًا وَاعْطِنِي نُوْرًا وَاجْعَلْ لِي نُوْرًا وَ زِدْنِي نُوْرًا وَ زِدْنِي نُوْرًا وَ زِدْنِي نُوْرًا
Ya Allah, jadianlah cahaya di hatiku, cahaya di kuburku, cahaya di hadapanku, cahaya di bellakangku, cahaya di kananku, cahaya di kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada pengkihatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya pada dagingku, cahaya pada darahku, cahaya pada tulang-tulangku. Wahai Tuhanku, besarkanlah bagiku cahaya dan berikanlah bagiku cahaya dan jadikanlah padaku cahaya dan tambahkanlah padaku cahaya, tambahkanlah padaku cahaya. (Hr. Muslim) [8]
Daftar Rujukan:
[1] Imam At-Tirmidzi, Sunan Aat-Tirmidzi, Ktab Zuhud, Bab, Bahwasanya Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=4429&idto=4430&bk_no=56&ID=1561
[2] Tafsir Ibnu Katsir http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=7&tSoraNo=39&tAyahNo=23&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=1
[3] Imam al-Baghawi, Tafsir Ma’alimu Tanzil http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=13&tSoraNo=39&tAyahNo=23&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=1
[4] Prof. Mohammad Ali Ash Shobuni, Shafwatut Tafaasir, Beirut, http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=83&tSoraNo=39&tAyahNo=23&tDisplay=yes&Page=2&Size=1&LanguageId=1)
[5] Ibnu Abi Syaibah http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=96&pid=57997&hid=34839
[6]Shohih Bukhori, http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=52&bookhad=98.
[7] Tafsir Ibnu Katsier, http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura8-aya2.html#katheer
[8] Shohih Muslim, https://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=1285&pid=106429
Sumber https://www.facebook.com/cahaya.gusti.
0 komentar:
Posting Komentar